Seberapa besar tekad Prancis untuk memenangkan gelar Olimpiade yang tidak bersifat politis?

Jakarta (JurnalPagi) – Sejak Olimpiade pertama kali digelar pada tahun 1896, Olimpiade modern selalu bersifat politis dan geopolitik, kata Lucas Aubin, pakar geopolitik olahraga yang juga menjabat sebagai direktur. Institut Hubungan Internasional dan Strategis di Perancis

Tak terkecuali Olimpiade Paris 2024 yang akan dibuka pada 26 Juli untuk pertama kalinya dalam sejarah Olimpiade modern di ruang terbuka sepanjang Sungai Seine yang membelah kota Paris.

“Kita akan melihat periode Olimpiade yang sangat politis,” kata Lucas Aubin. politik Pada tanggal 29 Januari 2024.

Namun nyatanya bukan hanya Olimpiade saja yang selalu dikaitkan dengan politik, hampir semua ajang olahraga besar, termasuk Piala Dunia sepak bola. Bahkan politisasi olahraga saat ini melibatkan atlet.

Organisasi olahraga dunia bahkan telah memperingatkan para atlet untuk tidak menggunakan arena olahraga sebagai ruang untuk mengungkapkan keluhan dan tuntutan politik, seperti yang dilakukan Komite Olimpiade Internasional (IOC) tiga tahun lalu, ketika Jepang menggelar Olimpiade Tokyo 2020, terlambat setahun. Pandemi. .

Kini penyelenggara Olimpiade Paris 2024 menghadapi permasalahan yang hampir sama.

Tinggal tiga bulan lagi menuju peristiwa besar ini. Dan semakin jauh kami sampai di sini, Prancis semakin terlihat gugup.

Bukan hanya karena ada permasalahan baru yang bisa mengganggu perayaan Olimpiade dan khususnya upacara pembukaan yang dilakukan di luar ruangan, yakni ancaman terorisme, namun ada pula permasalahan lain.

Ini adalah ketiga kalinya Olimpiade diadakan di Paris, karena ibu kota Prancis pernah menjadi tuan rumah pesta olahraga tersebut pada tahun 1900 dan 1924.

Namun mungkin Olimpiade ini merupakan Olimpiade yang paling menantang bagi Perancis, karena Olimpiade ini diadakan ketika dunia dan Perancis sedang menghadapi permasalahan politik dan geopolitik yang besar.

Selain ancaman terorisme dan permasalahan internal seperti tunawisma dan pedagang kaki lima yang dapat merusak citra kota Paris, Prancis juga menghadapi dampak permasalahan global yang dapat mengganggu kelancaran proses Olimpiade 2024.

Thierry Henry: Prancis Incar Emas Olimpiade
Ad Hoc: Indonesia Masih Perlu Amankan Unggulan Jelang Olimpiade

Emosi perang Gaza

Di antara isu-isu politik yang mengkhawatirkan Perancis adalah perasaan global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza.

Perang antara Rusia dan Ukraina mendorong penyelenggara Olimpiade Paris dan Komite Olimpiade Internasional, serta badan olahraga dunia, menutup pintu bagi Rusia dan Belarus, yang dianggap sebagai biang keladi perang di Ukraina.

Sebagai bagian dari tekanan global terhadap Rusia untuk mengakhiri invasinya ke Ukraina, IOC kemudian melarang Rusia dan Belarusia berpartisipasi di Olimpiade 2024, kecuali dalam status netral di mana atlet dari kedua negara tetap bisa bertanding namun mewakili negara mereka bukan diri mereka sendiri.

Beberapa bulan sebelum dimulainya Olimpiade Paris, perang antara Rusia dan Ukraina telah menjadi masalah terbesar bagi Prancis dan Komite Olimpiade Internasional.

Situasi ini semakin rumit setelah kembali terjadi perang di Timur Tengah, khususnya di Jalur Gaza, antara Israel dan Palestina, khususnya Hamas.

Serangan Hamas di tanah Israel kemudian ditanggapi dengan respons brutal Israel, menewaskan 25.000 warga Gaza dan menghancurkan hampir seluruh Gaza.

Situasi ini membuat marah dunia dan menuduh Israel melakukan genosida dan pembersihan etnis di Gaza.

Kemarahan global terhadap Israel nampaknya diungkapkan oleh para atlet global, tidak hanya di negara-negara Arab dan Muslim, namun juga di negara Barat sendiri, termasuk Perancis.

Salah satu atlet tersebut adalah pebasket putri Prancis Emily Gomis yang merupakan salah satu duta Olimpiade Paris 2024.

Gomis menerbitkan pesan-pesan anti-Israel di Instagram-nya, yang membuat marah pemerintah Prancis dan otoritas olahraga.

Panitia penyelenggara Olimpiade Paris 2024 kemudian mencopot Gomis dari jabatan duta Olimpiade dengan alasan Gomis melanggar prinsip netralitas olahraga.

Tim Garuda bertekad melanjutkan seluruh prestasi Inggris di Kejuaraan Asia
Rizky Junyansia Amankan Tiket ke Paris Usai Raih Emas Piala Dunia IWF

Ancaman sanksi

Langkah Prancis ini menuai kritik dari dalam dan luar negeri, karena pemerintah Prancis sendiri tidak konsisten dalam menjunjung tinggi prinsip netralitas dalam olahraga bahkan disebut-sebut menerapkan standar ganda.

Kritikus Prancis bertanya apakah pemerintah Prancis dapat menghukum Gomis begitu keras, mengapa mereka melarang atlet Rusia tampil di Olimpiade karena alasan politik.

Mereka menilai jika Gomis tidak bisa mengutarakan posisi politiknya, mengapa pemerintah Prancis boleh mengambil posisi politik di dunia olahraga dengan melarang atlet Rusia dan Belarusia mengikuti Olimpiade 2024?

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa bendera nasional Rusia tidak boleh dikibarkan di Olimpiade Paris, namun ia tidak pernah menyerukan agar atlet Rusia dilarang tampil di Olimpiade.

Kerumitan tidak hanya terjadi di pihak pemerintah Prancis, situasi serupa juga terjadi di badan-badan olahraga dunia.

Bayangkan saja, ketika IOC akhirnya mengumumkan atlet asal Rusia dan Belarus bisa bertanding dengan status netral di Olimpiade 2024 tanpa bendera dan lagu kebangsaan negaranya, sejumlah badan olahraga dunia justru melarang atlet kedua negara tersebut bertanding. .

Bahkan Ketua Organisasi Atletik Dunia, Sebastian Coe, mengumumkan bahwa atlet asal Rusia dan Belarusia akan dilarang mengikuti Olimpiade Paris, meski mereka netral.

Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri tidak senang dengan keputusan Komite Olimpiade Internasional, meski atlet negaranya masih diperbolehkan bertanding secara netral.

Putin bahkan menyatakan Rusia akan menggelar Olimpiade versinya sendiri. Dengan kata lain, Putin berupaya memboikot Olimpiade Paris 2024.

Namun belakangan, Stanislav Pozdnyakov, Ketua Komite Olimpiade Rusia, menegaskan bahwa Rusia tidak berniat memboikot Olimpiade Paris.

Ironisnya, bukan hanya Rusia yang mengancam akan memboikot Olimpiade, ancaman serupa juga dilontarkan Ukraina dan Latvia, padahal atlet Rusia dan Belarusia diperbolehkan mengikuti Olimpiade Paris.

Dinamika seperti itu mungkin mengganggu Olimpiade Paris, tapi bisa jadi hanya suasana bising yang akan hilang dengan sendirinya begitu Olimpiade dimulai, seperti halnya Piala Dunia FIFA 2022, di mana Qatar mendapat banyak kritik karena masalah hak asasi manusia dan demokrasi Namun belakangan ternyata periode itu adalah sisa Piala Dunia.

Untuk Pertama Kalinya, Peraih Emas Atletik Olimpiade Akan Mendapat 792 Juta Rubel
Cincin Olimpiade akan menghiasi Menara Eiffel di Olimpiade 2024
Ditto berharap para atlet bisa meraih banyak medali emas di Olimpiade dan Paralimpiade 2024.

Hak Cipta © JurnalPagi 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *