Hari Anti Korupsi adalah gerakan untuk menilai pemberantasan korupsi di Indonesia

Jakarta (JurnalPagi) –

Aktivis antikorupsi Yodi Pornomo Harahap mengatakan, Hari Antikorupsi Sedunia yang diperingati setiap tahun pada tanggal 9 Desember seharusnya tidak hanya menjadi acara seremonial, tetapi juga langkah penting untuk menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam keterangan yang diterima JurnalPagi di Jakarta, Jumat, Yodi mengatakan: “Hari Antikorupsi Sedunia merupakan kesempatan untuk menilai sejauh mana upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, apakah sudah efektif atau belum, apa yang perlu diperbaiki. “».

Dikatakannya: “Percepatan hari antikorupsi yang diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, bagi instansi pemerintah termasuk masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, merupakan pendorong bagi pejabat negara dan pegawai pemerintah untuk berjanji dan kuatkan tekadnya. . Kejujuran dalam menjalankan misi kami dengan tidak merusak atau menghentikan korupsi.

Mantan penyidik ​​KPK itu mengatakan, salah satu indikator meningkatnya upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

Ia berharap dalam suasana hari antikorupsi ini, indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2022 naik dari 38 tahun lalu.

“Ini penting agar investor bisa melihat upaya Indonesia memberantas korupsi dan mau berinvestasi karena korupsi dirasakan sudah berkurang,” jelasnya.

Apalagi, kata dia, jika IPK Indonesia naik, maka akan mendorong gerakan antikorupsi semakin kuat dan bergelora.

Yudi yang kini menjadi anggota Satgas Pemberantasan Korupsi Mabes Polri mengatakan, upaya pencegahan korupsi lainnya yang dapat dilakukan melalui penanaman nilai dan pembenahan sistem penting bagi ketidakmampuan dan keengganan masyarakat untuk melakukan korupsi. . .

Pelayanan publik kepada masyarakat harus bebas dari pungutan liar dari masyarakat. Selain itu, birokrasi juga harus diperbaiki agar pekerjaan lebih mudah dan tidak lebih berat bagi masyarakat.

Selain itu, bidang penegakan hukum sangat penting untuk memberantas kasus korupsi, terutama kasus korupsi besar yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan mulai dari tingkat pusat hingga kepala daerah.

Selain itu, penjatuhan hukuman terhadap koruptor harus diintensifkan atau ditetapkan hukuman maksimal agar menimbulkan efek jera.

Dia melanjutkan, antara lain, mengintensifkan pemulihan aset untuk mengkompensasi kerugian pemerintah.

“Selanjutnya ‘PR-PR’ dalam pemberantasan korupsi, artinya buronan yang belum tertangkap seperti Harun Masiko akan segera tertangkap,” kata Yodi.

Menanggapi pertanyaan tentang pemidanaan bagi pelaku korupsi dalam undang-undang pidana yang baru disahkan minimal dua tahun dibandingkan dengan undang-undang korupsi yang minimal empat tahun, Yodi mengaku belum membaca undang-undang baru tersebut secara menyeluruh. .

Menurut Yodi, sebelum bisa menjawab harus benar-benar paham. Namun, ia membagikan kutipan dari Pasal 8 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Administrasi, yang mengatakan: “Siapa pun yang melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 415 KUHP akan dihukum minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun.” dan denda minimal 150 juta dan maksimal 750 juta Rial.

Kemudian, dalam Pasal 9 disebutkan: “Barang siapa yang melakukan tindak pidana menurut Pasal 416 KUHP akan dipidana minimal satu tahun dan maksimal lima tahun dan minimal 50 juta Rial dan denda maksimal. 250 juta rupiah

Pasal 10 KUHP menyatakan: “Barangsiapa melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 417 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama tujuh tahun dan denda paling sedikit seratus juta rial dan maksimal hingga maksimal.” 350 juta

Koresponden: Lili Rahmavati
Editor: Noor Al Hayat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *