Langkah-langkah tanggap darurat pangan – Antara News

Jakarta (JurnalPagi) – Belum lama ini, Menteri Pertanian Imran Suleiman menyinggung strategi atau upaya kementeriannya dalam menghadapi darurat pangan. Setidaknya ada empat langkah yang menurutnya perlu dipertimbangkan secara matang.

Ini empat langkah awal, kini Anda bisa mengonsumsi pupuk bersubsidi hanya dengan menggunakan KTP. Kedua, Kementerian Pertanian memperluas areal tanam dengan memompa air sungai di 11 provinsi untuk sawah.

Rinciannya, Pulau Jawa memiliki luas 500 hektar dan di luar Pulau Jawa 500 ribu hektar. Penanaman padi gogo juga sedang dilakukan dengan target luas 500.000 hektar. Pemerintah telah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk pemompaan saluran primer dan sekunder.

Ketiga, Kementerian Pertanian juga mengoptimalkan lahan rawa seluas 400.000 hektar di 10 provinsi untuk menambah luas tanam padi.

Keempat, alokasi pupuk bersubsidi juga meningkat. Sebab, dalam lima tahun terakhir, jumlah pupuk bersubsidi mengalami penurunan dibandingkan periode 2014-2018 yang jumlahnya mencapai 9,55 juta ton.

Mengembalikan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton dan mengizinkan pengumpulan menggunakan KTP dapat mendongkrak produksi beras dalam negeri.

Alokasi pupuk bersubsidi mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir dibandingkan tahun 2013-1393 yang mencapai 9,55 juta ton. Bahkan pada tahun 2024, alokasinya hanya 4,73 juta ton atau berkurang 50%.

Bagi bangsa ini pangan khususnya beras merupakan kebutuhan pokok yang patut mendapat perhatian serius dalam pengelolaannya.

Beras memang menjadi sumber kehidupan dan penghidupan bagi sebagian besar masyarakat. Beras adalah sumber kehidupan.

Beras juga sangat efektif dalam inflasi, meskipun jika dikelola dengan sedikit kesalahan.

Oleh karena itu, pemerintah sangat serius menangani permasalahan beras dan tata kelola pemerintahan di dalam negeri.

Berbagai masalah

Dalam dua tahun terakhir, komoditas beras di tanah air banyak menghadapi permasalahan, mulai dari produksi yang menurun signifikan, perubahan iklim, kondisi global, harga beras yang meningkat signifikan, upaya diversifikasi pangan yang belum optimal, hingga tingginya harga beras. impor beras

Semua ini terjadi secara bersamaan, sehingga diperlukan strategi yang efektif untuk menyikapinya secara cerdas.

Mengingat menurunnya produksi padi yang salah satunya disebabkan oleh El Niño, maka mencari solusi terbaik bukanlah hal yang mudah.

Penurunan produksi jelas mempengaruhi ketersediaan pangan sehingga membebani cadangan beras pemerintah.

Peningkatan produksi padi yang maksimal kini menjadi solusi pemerintah untuk mengatasi penurunan produksi padi.

Pemerintah tahu persis bahwa dalam jangka panjang, empat langkah di atas adalah yang paling tepat untuk dilakukan. Empat langkah yang dipaparkan Mentan memerlukan dukungan semua pihak.

Sinergi, kerjasama dan koordinasi dengan peningkatan kualitas harus dibangun baik dalam berbagai aspek organisasi maupun dalam program dan kegiatan.

Namun, belum saatnya pemerintah menghentikan kebijakan impor beras. Dalam jangka pendek, jelas bahwa tidak ada pilihan lain selain membuka kembali jalur impor beras.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 Indonesia masih mengalami surplus beras sekitar 700.000 ton.

Angka tersebut jelas belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk memperkuat cadangan beras pemerintah dan program bantuan pangan beras.

Oleh karena itu, dengan gambaran seperti itu, dapat ditegaskan bahwa impor beras memang merupakan kebutuhan yang mendesak dan tidak lagi menjadi pelengkap kebijakan beras global.

Pertanyaannya, sampai kapan bangsa ini bisa lepas dari jerat impor beras? Lantas, apa yang harus dilakukan jika negara-negara penghasil beras dunia menghentikan kebijakan ekspor berasnya karena berbagai alasan dan kepentingan? Ini adalah tugas masa depan yang memerlukan respons cerdas dan bertanggung jawab.

darurat pangan

Darurat pangan atau darurat beras bukanlah situasi yang menguntungkan. Hal ini perlu diingat, karena persoalan beras di negeri ini berkaitan dengan hidup dan mati suatu bangsa.

Jika lengah atau salah dalam menerapkan suatu kebijakan, maka dampaknya bisa berdampak jangka panjang. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi perkembangan sosial yang tidak terduga.

Untuk itu, semua pihak berharap pemerintah bisa memberikan kebijakan dan langkah yang terbaik.

Fenomena antrian beras seharusnya tidak terjadi lagi. Antrean beras sangat panjang, bahkan terkesan saling berebut, hal ini sungguh memalukan dan memilukan di negara yang terkenal dengan pencapaian swasembada berasnya.

Bahayanya bangsa yang menempatkan beras sebagai komoditas politik dan strategis adalah siapapun yang diberi tugas memimpin bangsa dan negara tercinta akan mempunyai beban yang berat di pundaknya.

Pemerintah harus memastikan ketersediaan beras terjamin setiap saat. Kemudian harga beras di pasaran dikendalikan dengan baik agar sesuai dengan daya beli masyarakat.

Sinyal perlunya revisi kebijakan harga beras memang terlihat ketika harga beras di pasaran naik signifikan, jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) beras.

Pemerintah harus bertindak cepat dalam merumuskan solusi, termasuk saat merevisi HPP dan HET beras.

Mengingat darurat beras saat ini, yang penekanannya adalah pada pengelolaan produksi dan harga secara bersamaan, sudah saatnya hal ini menjadi prioritas untuk memberikan solusi bagi dunia beras saat ini.

Apalagi menjelang panen padi. Pemerintah tentu sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan terburuk, agar pangan tetap tersedia dengan harga terjangkau bagi masyarakat Tanah Air.

*) Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

Hak Cipta © JurnalPagi 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *