Jakarta (JurnalPagi) –
“Bila dikoreksi dengan baik, termasuk hipotiroidisme, tidak hamil atau mandul, maka dia akan normal,” kata Tiokorda dalam acara “Kolaborasi Peningkatan Skrining dan Diagnosis Gangguan Tiroid di Indonesia” di Jakarta, Kamis.
Hormon tiroid diperlukan untuk membantu tubuh menggunakan energi agar tetap hangat dan agar otak, jantung, otot, dan organ lainnya berfungsi sebagaimana mestinya.
Gangguan kelenjar yang mengakibatkan ketidakseimbangan produksi hormon seperti terlalu banyak disebut hipertiroidisme, sedangkan yang tidak menghasilkan cukup hormon disebut hipotiroidisme. Gangguan ini menyebabkan masalah.
Masalah yang terjadi akibat gangguan tiroid antara lain rambut rontok, kulit kering, gangguan kolesterol, dan terutama pada wanita termasuk gangguan siklus menstruasi.
Usia hingga stres jadi faktor risiko gangguan tiroid
Tjokorda mengatakan ibu hamil dengan kelainan tiroid, misalnya akibat penyakit Graves, memiliki risiko sekitar 25 persen untuk mengalami kelainan serupa atau hipotiroid kongenital pada janinnya.
Tjokorda yang juga anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) ini mengatakan, “Jadi jika seorang ibu mengidapnya, sebaiknya berhati-hati pada kehamilan berikutnya. Lakukan pemeriksaan sejak dini.”
Hipotiroidisme neonatal (hipotiroidisme yang diturunkan dari ibu ke bayi) berbahaya karena dapat meningkatkan kematian bayi, Tjokorda mengingatkan.
“Oleh karena itu, ibu hamil harus diskrining,” kata Tiokorda.
Dalam beberapa kasus, hipotiroidisme yang diturunkan dari ibu ke anak atau hipotiroidisme kongenital pada bayi dapat menyebabkan gangguan mental pada anak.
Data tiroid IQVIA tahun 2022 menunjukkan bahwa prevalensi hipotiroidisme telah mencapai 12,4 juta orang, dengan tingkat kesembuhan sekitar 1,9%. Sedangkan prevalensi hipertiroidisme adalah 13,2 juta orang dengan angka pengobatan sekitar 6,2%.
Koresponden: Lia Vanadriani Santosa
Editor: Natisha Andarningtias