Faktor ras dan keturunan menjadi risiko utama terjadinya alergi pada anak

Jakarta (JurnalPagi) – Dokter Spesialis Anak UI Dr. Andina Nirmala Pahlawati Sp.A mengatakan, faktor risiko tuan rumah atau tubuh anak itu sendiri seperti ras, keturunan, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor risiko utama terjadinya alergi, terlihat dari kadar imunoglobulin E (alergi). pemicu) di dalam tubuh.

“Pada pasien bule, kadar imunoglobulin E-nya lebih rendah dibandingkan pada orang berkulit hitam, hal ini menjelaskan kemungkinan faktor ras, kemungkinan alergi lebih tinggi lagi,” kata Andina dalam diskusi online di Jakarta, Kamis.

Faktor tuan rumah juga ditemukan pada anak dari orang tua yang memiliki riwayat alergi. Jika kedua orang tuanya mempunyai alergi, maka anak mempunyai kemungkinan 60-90% menderita alergi yang sama. Sedangkan jika hanya salah satu orang tuanya saja yang memiliki alergi, maka kemungkinan anak mengalami alergi juga menurun sebesar 30 hingga 50 persen. Namun terdapat 12% anak yang tetap memiliki alergi meski orang tuanya tidak memiliki riwayat alergi.

Rinitis Alergi Tak kunjung Sembuh, Hati-hati Multimorbiditas

Kekurangan Vitamin D Tingkatkan Risiko Alergi pada Anak

Terkait faktor risiko gender, Andina mengatakan anak laki-laki cenderung memiliki antibodi imunoglobulin E lebih banyak dibandingkan anak perempuan, namun hal ini bisa berbalik ketika anak memasuki usia remaja.

Dia menambahkan: Tergantung pada usia mereka terpapar, usia tertentu dapat memiliki manifestasi reaksi alergi.

Faktor risiko lain yang menyebabkan anak terkena alergi adalah faktor lingkungan. “Anak-anak yang menjadi perokok pasif atau menjadi perokok pasif memiliki serum imunoglobulin E yang lebih tinggi sehingga memiliki risiko lebih tinggi terkena alergi dibandingkan anak-anak yang tidak menjadi perokok pasif di rumah,” kata Aninda.

Selain asap rokok, polusi asap kendaraan dan industri juga berpeluang besar meningkatkan risiko alergi.

Faktor lainnya adalah makanan, kata Andina. Anak yang sering makan fast food, makanan olahan, imunoglobulin E pada anak meningkat, dibandingkan anak yang sering diberi makanan anti inflamasi seperti buah dan sayur, imunoglobulin E lebih rendah.

Gejala alergi yang umum dialami anak antara lain ruam merah, gatal, dan bengkak di bagian tubuh tertentu, reaksi bersin atau pilek, peradangan dan nyeri di sekitar hidung akibat hidung tersumbat, batuk, mengi, atau diare jika alergi berkenaan dgn pencernaan.

Gejala alergi juga bisa berupa reaksi parah yang disebut anafilaksis. Andina mengatakan, pada kondisi tersebut pembuluh darah melebar dan bocor sehingga cairan di dalam pembuluh darah berpindah ke ruang di luar pembuluh darah. Reaksi ini dapat berupa pembengkakan pada kelopak mata, penyempitan saluran pernafasan sehingga harus segera dibawa ke IGD.

Ia berkata: “Yang paling menakutkan adalah kestabilan pasien yang mengalami reaksi anafilaksis bisa berbahaya karena tekanan darahnya turun, dan ini merupakan keadaan darurat yang bisa berujung pada kematian jika tidak segera ditangani.”

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan gejala tanpa mempengaruhi kualitas hidup anak, mencegah perkembangan hingga dewasa, dan menemukan pemicu alergen pada anak, misalnya faktor makanan atau lingkungan yang menyebabkan alergi. Pemulihan dapat dilakukan dengan diagnosis riwayat keluarga, tes darah dengan tes imunoglobulin E, tes kulit dan minum obat anti alergi.

Cara Mengurangi Gejala yang Dirasakan Tubuh Akibat Alergi Musiman

Anak Sering Sakit Mungkin Karena Alergi Terhadap Sesuatu

Dokter Ungkap Risiko Alergi Anak Akibat Faktor Genetik

Koresponden: Fitrah Asy’ari
Diedit oleh: Zita Mirina
Hak Cipta © JurnalPagi 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *