Rokok elektrik tidak memenuhi persyaratan metode berhenti merokok

Jakarta (JurnalPagi) – Guru Besar Ilmu Kedokteran Paru dan Pernafasan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof.Dr. dokter. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR mengatakan rokok elektronik (elektrik) tidak memenuhi syarat metode berhenti merokok karena tidak berbahaya.

“Cara berhenti merokok sebaiknya tidak dilakukan jika dapat menimbulkan risiko baru,” ujarnya dalam acara kesehatan yang digelar secara online, “Bahkan di Indonesia sudah terbukti bahwa rokok elektrik, meski tidak mengandung TAR, sudah terbukti. menimbulkan risiko kesehatan.” , Selasa.

Agus mengatakan, rokok elektrik meningkatkan risiko berbagai penyakit paru-paru seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, pneumotoraks, atau kanker paru-paru dan paru-paru.

Selain itu, merujuk pada studi di luar negeri dan Indonesia, rokok elektronik juga bersifat adiktif.

Tiga Zat Berbahaya Dalam Rokok Elektronik dan Dampak Buruknya Bagi Kesehatan

Selain itu, alasan mengapa rokok elektrik tidak dapat digunakan sebagai metode berhenti merokok adalah karena tidak memiliki syarat-syarat yang diperlukan untuk berhenti dari rokok biasa.

Fakta di Indonesia menunjukkan hal tersebut dua pengguna atau multi-user berarti rokok biasa dan elektrik. Agus mencontohkan studi tahun 2019 yang dilakukan peneliti Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa 61,5 persen mahasiswa dua pengguna.

Jadi kalau (rokok elektrik) digunakan untuk berhenti merokok, syarat nomor satu tidak terpenuhi, kata Agus.

Di sisi lain, rokok elektronik tidak hanya digunakan untuk terapi menarik dari rekening bank Atau berhenti saja Menurut August, di Indonesia, rokok elektrik tidak hanya digunakan untuk mengatasi gejala putus zat, namun juga digunakan secara terus menerus.

Ini sebenarnya adalah suatu kondisi Terapi penggantian nikotin (NRT) atau terapi penggantian nikotin, yang digunakan hanya untuk mengatasi gejala putus obat.

Selain itu, bukti ilmiah di berbagai jurnal menunjukkan bahwa rokok elektrik tidak 100% membantu dalam berhenti merokok.

“Masih inkonsisten menurut WHO, mungkin 70 persen jurnal yang berbeda tidak masuk sehingga belum terbukti efektif,” kata Agus.

Pakar: Perlu pendekatan lain untuk kebijakan pengendalian tembakau

Alasan lainnya adalah kurangnya pengurangan dosis rokok elektrik di kalangan pengguna. Menurut Agus, dosisnya sebenarnya sudah ditingkatkan dari semula 3 mg. Sedangkan syarat NRT untuk berhenti merokok sebaiknya berupa pengurangan dosis, misalnya 30 mg dulu, kemudian dikurangi menjadi 15 mg, dan terakhir menjadi nol.

Selain itu, alasan rokok elektrik tidak memenuhi syarat sebagai NRT untuk berhenti merokok adalah karena tidak adanya pemantauan untuk membantu mereka berhenti merokok, sehingga digunakan terus menerus meskipun dengan rokok biasa.

Terakhir, ada penilaian pengobatan berhenti merokok yang dilakukan setelah 3 bulan, dimana jika seseorang berhasil berhenti merokok, mereka tidak lagi menggunakan rokok konvensional atau rokok elektrik.

Namun kenyataannya kebanyakan orang yang memilih rokok elektrik untuk berhenti merokok tetap menggunakan rokok elektrik.

Mengingat risiko kesehatannya, penggunaannya harus dilarang atau diatur, terlepas dari potensi penghentian merokok, hal ini masih diperdebatkan, kata Agus.

Dokter Paru: Paru-paru Bocor Bisa Disebabkan Rokok Elektronik

Koresponden: Lia Vanadriani Santosa
Redaktur : Siti Zulikha
Hak Cipta © JurnalPagi 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *