Kementerian Komunikasi dan Informatika menekankan pada pembuatan regulasi kecerdasan buatan yang komprehensif

Jakarta (JurnalPagi) – Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mendorong regulasi kecerdasan buatan (AI) yang komprehensif karena pedoman etika (Surat Edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan) tidak bersifat wajib.

Ia menambahkan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini sedang memproses peraturan presiden tentang kecerdasan buatan (AI) yang diharapkan nantinya bisa menjadi undang-undang.

“Kami mendorong negara ini untuk membuat regulasi (tentang kecerdasan buatan). BRIN sudah memulainya,” ujarnya dalam forum media tentang AI dan Keberlanjutan Media yang diadakan secara online. “BRIN saat ini sedang menyusun Perpres tentang kecerdasan buatan.” Offline di Jakarta, Senin.

Wamenkominfo: Penyusunan Perpres tentang Kecerdasan Buatan Perlu Payung Hukum yang Lebih Kuat.

Menurut Osman, mengingat Indonesia saat ini telah memiliki strategi nasional kecerdasan buatan untuk tahun 2045-2020 yang salah satu poinnya adalah pembahasan etika dan politik, maka upaya Brin dalam menyusun Perpres ini sudah tepat.

“Sangat tepat kalau BRIN mulai menyusunnya, hanya dalam bentuk Perpres. Jadi begitu, meniru. Hak penerbit Kelihatannya. Tentunya ke depan kita berharap hal ini bisa menjadi undang-undang. Tapi itu tidak memakan waktu lama.”

Ia kemudian mengatakan, Uni Eropa beberapa waktu lalu menyetujui undang-undang tentang kecerdasan buatan yang akan mulai berlaku pada tahun 2026. Peraturan ini mengharuskan AI seperti ChatGPT dan lainnya untuk mematuhi kewajiban transparansi seperti menyebutkan sumbernya. Kutipan, sebelum pasar

“Undang-undang UE tentang kecerdasan buatan baru akan berlaku pada tahun 2026. Dua tahun kemudian teknologinya akan dikembangkan. Tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali,” ujarnya.

Berdasarkan SE, Disiapkan Aturan Khusus untuk Mengatur Kecerdasan Buatan

Pentingnya regulasi komprehensif mengenai kecerdasan buatan telah dibahas, salah satunya terkait dengan permasalahan yang terjadi di dunia digital, khususnya di media saat ini, ketika platform digital mengutip berita media biasa tanpa izin, lalu menghasilkan uang darinya.

Osman mengatakan, permasalahan ini tidak serta merta bisa diselesaikan dengan hak penerbit.

“Kalau AI yang melakukan ini, apakah hak penerbitnya bisa kita manfaatkan kalau nanti sudah disetujui dan ditandatangani presiden? Saya rasa belum tentu begitu? tempat tidur, latar belakang Digital menggunakan kecerdasan buatan. “Tetapi perusahaan AI belum tentu mau disebut sebagai perusahaan platform digital,” ujarnya.

Nizar Tekankan Perlunya Tata Kelola AI untuk Memastikan Penggunaan yang Aman

Koresponden: Lia Vanadriani Santosa
Redaktur : Siti Zulikha
Hak Cipta © JurnalPagi 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *