Jakarta (JurnalPagi) – Epidemiolog Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera mengambil tindakan atas dugaan kematian anak tersebut. Dia diracun dengan sirup di Jakarta.
“BPOM jangan ditunda lagi, kalau terbukti dia (pasien) mengonsumsi sirup di atas ambang batas normal, buktinya cukup kuat,” kata Pandu Riono saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan, “Laporan otoritas terkait di DKI Jakarta menunjukkan bahwa korban mengonsumsi sirup yang mengandung ethylene glycol/diethylene glycol (EG/DEG) yang melebihi batas yang diperbolehkan.”
Katanya : Pasien itu pakai sirup demam, katanya sirup pertama dan kedua beda, yang kami khawatirkan mungkin merek lain, tapi obatnya palsu.
Kementerian Kesehatan RI mengumumkan bahwa ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku pelarut sirup obat propilen glikol ditetapkan kurang dari 0,1%, sedangkan ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat Tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Menurut Pandu, kejadian ini membuktikan masih ada oknum produsen obat yang memproduksi sirup di luar ambang batas aman.
Pandu menduga produsen “nakal” punya cara mencari untung dengan mengelabui bahan baku dengan harga murah.
Dia berkata: Dia seharusnya menggunakan propilen glikol (PG). Untuk menekan harga, dia menggunakan EG/DEG yang lebih murah dan beracun, dan jika menyebabkan orang mati, itu disebut kejahatan.
Menurut Pandu, tidak ada jual beli nyawa manusia. Bahan baku farmasi harus memenuhi standar farmasi farmasi.
Pandu mengatakan BPOM berwenang untuk segera mengeluarkan obat yang berbahaya bagi konsumen jika terbukti kandungan bahan bakunya melebihi batas yang diperbolehkan.
“Saran saya, BPOM harus bertindak. Jangan sampai ada satu nyawa pun yang hilang, kalaupun hanya dua (terbaru) kasus, (produknya) harus segera ditarik,” ujarnya.
BPOM dapat menyelidiki produsen yang terlibat dalam kasus tersebut dan menelusuri lokasi pabrik hingga nomor batch produksi, kata Pandu.
“Sehingga BPOM bisa memanggil dan memerintahkan pelepasan obat itu. Bukan besok, harus hari ini karena kejadiannya seminggu yang lalu,” ujarnya.
Pandu mengimbau masyarakat untuk menghentikan konsumsi sirup terlebih dahulu, sebelum pemerintah menjamin obat tersebut aman.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Doi Octavia membenarkan adanya satu kasus gagal ginjal akut yang dilakukan oleh dua warga setempat.
Menurut laporan, salah satu pasien meninggal pada Rabu (1/2) malam setelah dirawat di Puskmas dan RS Adiaxa.
Dia berkata: “Benar bahwa satu orang telah meninggal dan kami masih mengumpulkan informasi.”
Pandu Riono, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI), mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera menindak seorang anak yang diduga keracunan sirup di Jakarta. .
“BPOM jangan ditunda lagi, kalau terbukti dia (pasien) mengonsumsi sirup di atas ambang batas normal, buktinya cukup kuat,” kata Pandu Riono saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan, “Laporan otoritas terkait di DKI Jakarta menunjukkan bahwa korban mengonsumsi sirup yang mengandung ethylene glycol/diethylene glycol (EG/DEG) yang melebihi batas yang diperbolehkan.”
Katanya : Pasien itu pakai sirup demam, katanya sirup pertama dan kedua beda, yang kami khawatirkan mungkin merk lain, tapi obatnya palsu.
Kementerian Kesehatan RI mengumumkan bahwa ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku pelarut sirup obat propilen glikol ditetapkan kurang dari 0,1%, sedangkan ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat Tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Menurut Pandu, kejadian ini membuktikan masih ada oknum produsen obat yang memproduksi sirup di luar ambang batas aman.
Pandu menduga produsen “nakal” punya cara mencari untung dengan mengelabui bahan baku dengan harga murah.
“Seharusnya menggunakan Propylene Glycol (PG). Untuk menekan harga, digunakan EG/DEG yang lebih murah dan beracun. Kalau ada yang meninggal, itu kejahatan,” ujarnya.
Menurut Pandu, tidak ada jual beli nyawa manusia. Bahan baku farmasi harus memenuhi standar farmasi farmasi.
Pandu mengatakan, BPOM memiliki kewenangan untuk segera mengeluarkan obat yang berbahaya bagi konsumen jika sudah memiliki bukti kandungan bahan bakunya melebihi batas yang diperbolehkan.
“Saran saya, BPOM harus bertindak. Jangan sampai ada satu nyawa pun yang hilang, kalaupun hanya dua (terbaru) kasus, (produknya) harus segera ditarik,” ujarnya.
BPOM dapat menyelidiki produsen yang terlibat dalam kasus tersebut dan menelusuri lokasi pabrik hingga nomor batch produksi, kata Pandu.
“Sehingga BPOM bisa memanggil dan memerintahkan pelepasan obat itu. Bukan besok, harus hari ini karena kejadiannya seminggu yang lalu,” ujarnya.
Pandu mengimbau masyarakat untuk menghentikan konsumsi sirup terlebih dahulu, sebelum pemerintah menjamin obat tersebut aman.
Dinas Kesehatan DKI selidiki dua kasus gagal ginjal akut pada anak belakangan ini
Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Doi Octavia membenarkan adanya satu kasus gagal ginjal akut yang dilakukan oleh dua warga setempat.
Menurut laporan, salah satu pasien meninggal pada Rabu (1/2) malam setelah dirawat di Puskmas dan RS Adiaxa.
Sejauh ini, Dinas Kesehatan DKI masih melakukan penelitian epidemiologi untuk membuktikan kaitan gagal ginjal akut pada pasien dengan senyawa kimia EG/DEG yang melebihi ambang batas aman.
Dia berkata: “Benar bahwa satu orang telah meninggal dan kami masih mengumpulkan informasi.”
Padahal, BPOM yang telah memastikan tekanan tersebut belum juga memberikan jawaban hingga batas akhir pengiriman berita ke meja tulis.
Polisi menangkap 2 buronan kasus gagal ginjal
BPOM persoalkan legalitas tim pencari fakta BPKN ginjal akut
Koresponden: Andy Firdos
Editor: Triono Subagyo