Jakarta (JurnalPagi) – Kegiatan penguraian sampah organik menggunakan black soldier fly dapat menghemat anggaran pengelolaan dan pengelolaan sampah hingga satu triliun rupiah.
Menggunakan belatung berarti sampah organik dari rumah tangga tidak perlu lagi diangkut ke tempat pemrosesan akhir, karena sampah makanan dapat diselesaikan di tingkat masyarakat, kata Agus Pakpahan, presiden Asosiasi Black Soldier Fly Indonesia.
Agus menunjukkan, jika satu sub-wilayah menghasilkan satu ton sampah organik per hari, belatung pengurai sampah organik bisa menghasilkan sepertiga pupuk hayati atau sekitar 300 liter per hari.
Tak hanya itu, satu unit kandang maggot yang digunakan untuk mengurai satu ton sampah organik juga bisa menghasilkan 50 maggot untuk pakan ternak.
Jika ribuan desa di Indonesia, plus pusat niaga dan pabrik, memanfaatkan Magat untuk mengelola sampah organik, itu bisa menjadi sumber daya, kata Agus.
Sementara itu, Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sorio Adiwibowo, menilai black soldier fly secara tidak langsung mengajarkan manusia cara memilah sampah.
Syarat utama efektivitas black soldier fly adalah 100% sampah organik, karena jika sampah organik dicampur dengan limbah mineral maka efektivitasnya akan rendah.
lalat tentara hitam atau Prajurit hitam terbang Lalat itu bersih karena tidak makan apapun dan hanya minum selama tahap hidupnya yang berlangsung sekitar tujuh hari. Seekor lalat prajurit hitam betina dapat menghasilkan 500 hingga 900 telur.
Lalat hitam tentara ini digunakan untuk mengurai sampah organik menjadi kompos.
Pada tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia mencapai 68 juta ton per tahun, dengan komposisi terbesar sampah makanan sebesar 41,27% dan sekitar 38,20% dari rumah tangga.
Pemerintah terus mendorong masyarakat untuk secara bertahap mengurangi timbulan sampah organik melalui swakelola di tingkat rumah tangga, antara lain melalui pemanfaatan black soldier fly untuk mengurai sampah dan penggerak pengomposan.
Koresponden: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati