Jakarta (JurnalPagi) – Pakar hukum siber sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Edmon Makarim menyoroti beberapa poin yang harus diperhatikan saat merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pertama, Edmond menyarankan agar ada amandemen Pasal 40 yang memungkinkan pemerintah melakukan pembalasan melalui proses ini. Uji kelayakan Apabila terjadi penyerangan terhadap pemerintahan yang dapat mengganggu, mengancam bahkan menghancurkan kantor-kantor pemerintahan atau pelayanan publik.
“Sejauh ini tidak ada dasar untuk pembalasan. Akibatnya, kami terjebak dalam situasi diplomatik,” kata Edmond melalui tautan video, Selasa.
Anggota DPR Berharap Revisi UU ITE Masuk Lintas Komisi
Pengaturan terkait keamanan siber tertuang dalam ayat (2) Pasal 40 UU ITE yang berbunyi: Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala bentuk gangguan yang disebabkan oleh penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum. Ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa di bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia harus tanggap dan siap menghadapi perang siber dari dalam dan luar negeri yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena itu, menurut Edmon, penambahan poin pada pasal tersebut bisa menjadi salah satu upaya agar Indonesia lebih siap menghadapi tantangan keamanan siber.
“Jadi menurut saya, lebih baik optimalkan bagaimana sistem menjadi lebih baik Percaya dan aman Melalui UU ITE, kata Edmon.
Dalam kasus berita palsu atau menipuEdmon mengatakan perlu mengoptimalkan hukum pidana yang ada sebagai acuan.
“Formula yang diajukan pemerintah adalah chaos, sedangkan formula yang sudah ada di KUHP adalah penghasutan (berita bohong). Jadi, menurut saya, akan lebih ideal jika ada KUHP yang menjadi acuan. Tolong dioptimalkan. .”
Menurut Edmon, hal itu agar tidak ada kesimpangsiuran di masyarakat terkait penurunan pangkat akibat berita bohong.
“Maka yang kurang menjadi segalanya karena perkembangan teknologi ini luar biasa“Itu baru diatur,” tambahnya.
Lebih lanjut, Edmon juga menyarankan agar pengertian antara informasi elektronik dan dokumen elektronik tidak boleh dilanggar karena sifat keduanya sama, yaitu orang mengirimkan pesan melalui sistem komunikasi elektronik.
“Kalau bisa satukan saja definisinya, jangan dipisahkan antara informasi elektronik dan dokumen elektronik, karena intinya orang mengirim pesan, melakukan hubungan atau perbuatan hukum, baik secara hukum maupun melalui sistem komunikasi elektronik. Karena adanya perjanjian. kata Edmon.
Usulan Pakar Revisi UU ITE Komprehensif dan Tepat
Komnas HAM usulkan kajian perubahan RUU ITE
Noorul Arifin berharap opini publik mengomentari amandemen kedua UU ITE.
Pembicara: Sochi Nurhaliza