Surabaya (Lantra hari ini)- Salah satu cara berbisnis adalah dengan mengikuti tren dan permintaan pasar. Mahasiswa Fakultas Kewirausahaan Universitas Katolik Vidya Mandala Surabaya (UKWMS) berkolaborasi dengan dosen dari kampus Fakultas Farmasi berhasil menciptakan dua inovasi perawatan kulit. Merawat kulit mata panda dan lukanya adalah proyek andalannya.
Oleh karena itu, di fakultas kami, outputnya adalah terciptanya proyek komersial. “Jadi dalam proyek bisnis ini kita harus menciptakan produk yang bisa menyelesaikan permasalahan masyarakat,” jelas Richard Lionel Jeremiah Darajad, salah satu pencipta gel concealer mata panda ByePanda. Richard diketahui pernah mengerjakan produknya bersama Jehezkiel Emmanuel dan Kevin Marcellino.
Selain ketiga mahasiswa tersebut, ada Marcela Rebecca, Yoane Dinita, Caroline Tanazal dan Fernaldi Otomo yang menciptakan gel penyembunyi bekas luka dengan merek “Scarine”. Terlihat jelas bahwa kedua produk tersebut merupakan hasil tugas akhir mereka yang dirancang pada semester lima. Hal ini juga merupakan implementasi dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), yaitu dengan melakukan pembelajaran interdisipliner, kewirausahaan dan kefarmasian.
Mereka tidak hanya memperlihatkan produk jadi beserta bahan-bahannya, bahkan mereka pun terampil mempraktikkan langsung pembuatannya. Grup ByePanda menyebut fenomena insomnia atau telat tidur pada anak muda menjadi ide awal pembuatan produk ini. Ya tentu saja tidur larut malam menyebabkan kantung mata. Nah, dengan fenomena yang juga membuat mereka khawatir, akhirnya mereka memutuskan untuk menjadikan produk concealer mata panda sebagai proyek akhir mereka.
Dengan bimbingan salah satu Guru Besar Fakultas Farmasi, Farida Lanvaati Darsono, M.Si., mereka berhasil meracik ByePanda dengan takaran yang tepat. Bahan utamanya adalah jambu biji merah, diformulasikan dengan nipagin, gliserin, trietanolamin (TEA), karbopol dan nipazol.
Prosesnya memakan waktu kurang lebih enam bulan. Jehezkiel Emmanuel saat ditemui Kamis (26/10/2023) di laboratorium F&T menjelaskan: “Dari awal kita menemukan resepnya, kita menghitung persentase formulanya, hingga kita berhasil menemukan formula yang tepat dan menjadi sebuah produk. .” Untuk sediaan cair dan semi padat Menara Timur Lantai 5 UKWMS Kampus Pakuwon City.
Dijelaskan pula, setelah pembuatan prototipe eye gel ByePanda, mereka melakukan uji pasar dengan 30 peserta. Dari 30 orang, ada yang memberikan jawaban positif dan sebagian besar negatif.
Kelebihannya menggunakan bahan jambu merah dan memiliki tekstur gel yang mudah meresap, mudah dioleskan, sehingga terasa ringan saat digunakan. Negatifnya, karena produknya tergolong baru, para panelis masih ragu dengan kualitas produk yang dibuatnya.
Produk ByePanda ini aman digunakan sehari-hari dan mampu menyembunyikan mata panda dalam waktu sebulan.
Begitu pula dengan produk Scarine. Produk ini juga dibuat atas kepedulian pabrikannya. Mereka beranggapan bahwa setiap orang pasti mempunyai scar atau bekas jerawat, yang saat ini harganya sangat mahal jika ingin berobat. Melihat fenomena tersebut, Marcela dan tim berpikir, jika bisa kenapa tidak membuatnya sendiri.
Berbeda dengan ByePanda, bahan utama scarin bukanlah ekstrak buah, melainkan kolagen laut. Kolagen laut diperoleh dari limbah ikan laut seperti kulit dan tulang rawan yang saat ini dianggap sebagai limbah dalam industri makanan.
Jadi kulitnya kami olah untuk diambil ekstrak kolagen lautnya dan dijadikan perawatan kulit,” jelas Yoane Deanita.
Bahan lainnya hampir sama dengan ByePanda yaitu karbopol, gliserin, TEA, nipasol dan nipasin. Sementara itu, kolagen merupakan bahan yang familiar di sebagian besar produk perawatan kulit.
Uji pasar juga telah dilakukan setelah menerima prototipe Scarine. Mereka mengundang 60 panelis untuk mencoba Scarine, dan terungkap bahwa panelis sangat puas dengan produk tersebut.
“Saat kami mencobanya sendiri, dalam waktu dua hingga tiga bulan sudah tersembunyi,” kata Yoane. Oleh karena itu, produk ini tidak dapat digunakan pada luka basah atau terbuka.
Kedua produk tersebut belum dijual dan hanya memperlihatkan prototipe proyek akhirnya yang nantinya akan dikembangkan untuk dijual di pasaran.
Karena mahasiswanya berasal dari fakultas kewirausahaan dan kurang memiliki keterampilan dasar farmasi, Frida Lenovati Darsono, M.Sc. Dosen Fakultas Farmasi sekaligus asisten tujuh mahasiswa tersebut mengaku butuh waktu untuk mengenalkan zat yang berbeda kepada mereka. Namun, karena ada minat untuk mengolah produk pilihan mereka sendiri, konsep menjelaskan zat yang berbau obat menjadi lebih mudah.
“Tantangannya adalah ketika mereka mencoba menerapkan inovasi tersebut pada sebuah produk nyata, mereka memerlukan waktu untuk memahami cara kerja proses pencampuran yang sebenarnya saat mereka sedang bekerja,” kata Farida menjawab pertanyaan tentang kesulitan dan “Tapi itu benar-benar berhasil. seru sekali,” ujar tantangan mendampingi ketujuh siswa tersebut.
Namun menurut Farida, kedua produk tersebut mempunyai prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan. Mereka beberapa kali mengikuti pameran yang masih bersuasana akademis dengan penggunanya dan hal ini cukup menarik perhatian. Banyak orang bertanya dan tertarik.
“Kami hanya memerlukan perjalanan yang lebih panjang untuk melakukan lebih banyak pengujian, lebih banyak proses pendaftaran, sebelum kami benar-benar menjualnya,” katanya.
Aldo Hardy Sancocco, Wakil Rektor School of Entrepreneurship, mengaku bangga dengan ketujuh mahasiswa tersebut karena tidak hanya ingin meraih keuntungan, tetapi juga dapat berkontribusi kepada masyarakat.
Aldo mengatakan, nantinya akan diadakan pameran internal dan eksternal untuk menampilkan hasil tugas akhir mahasiswa. “Kalau pameran internal, mereka buka bootnya di lingkungan UKWMS. Kalau eksternal, kita buka untuk umum, misalnya di pusat perbelanjaan, atau mereka yang pameran di pasar fesyen milik perusahaan,” kata Aldo.
Peran fakultas terhadap mahasiswa tidak sebatas memberi mereka tugas proyek bisnis. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui mahasiswa untuk bisa lulus. Pada langkah pertama, siswa harus mampu mengembangkan idenya sendiri. Di akhir semester, sebelum ujian skripsi, mereka juga akan menghadapi ujian proyek bisnis. Proses terakhir adalah memiliki izin usaha, dan bisa membuat logo untuk produk Anda.
Aldo juga menjelaskan, sebelum mahasiswa lulus, mereka tidak hanya harus mampu berjualan, namun juga harus mampu melakukan empat pilar kewirausahaan. Yaitu keuangan, sumber daya manusia, pemasaran dan operasional.
Pemasaran adalah bagian dari penjualan. “Jadi itu hanya salah satu bagian kecil dari sebuah bisnis yang sering dilebih-lebihkan orang,” jelasnya.
Wartawan : Jennet Al-Fardous | Redaktur : Widyawati