Marule menyebut penyatuan dua organisasi Betawi sebagai titik balik sejarah

Ini menandai awal titik balik sejarah masyarakat Betawi

Jakarta (JurnalPagi) – Ketua Dewan Perhimpunan Batavi (MAPKB), Marallah Matali, menilai penggabungan dua organisasi Batavi tahun 1982, Badan Permusyawaratan Batavi (Bamos) dan suku Batavi Bamos, sebagai tonggak sejarah.

“Ini adalah awal dari titik balik sejarah masyarakat Betawi. Bukan hanya karena unifikasi, tapi bahkan hari ini, kami sedang membuat ‘kontrak baru’ untuk melanjutkan organisasi Betawi, budaya Betawi, bahkan Betawi. Orang-orang dengan sistem, bentuk yang menyatu dengan nilai-nilai Betawi. Itu sudah makin kekinian.” ujarnya dalam keterangan tertulis Jumat pagi di Jakarta.

Sehari sebelumnya, Batawi Bamos dipimpin oleh Rayano P. Ahmad dan suku Batawi Bamos pada tahun 1982 dipimpin oleh Zain al-Din/H. Oding secara resmi mengumumkan Musyawarah Perwalian Betawi di Balai Kota Jakarta dan dihadiri oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Plt (Wakil) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Marallah meyakini bahwa pengumuman ini hanyalah awal dari tugas dan tanggung jawabnya ke depan, karena salah satu alasan pembentukan Dewan Persatuan Batawi adalah untuk membantu melestarikan budaya Batawi.

Ia melanjutkan: “Setelah pengumuman ini, kita memiliki kewajiban untuk dapat mempertahankan apa yang telah dilaksanakan selama ini dan sekaligus melanjutkan tuntutan luhur para tokoh Betawi.” “Mantan Sekda (Sekretaris DKI Jakarta.

Marallah juga meyakinkan pihaknya akan kuat menjalin koneksi dan mengembangkan gagasan demi keberlangsungan organisasi dan masyarakat.

Ia melanjutkan, diharapkan kehadiran Kesatuan Perwalian Betawi membawa manfaat dan dapat dimaksimalkan sebagai lembaga adat sesuai dengan Pasal 18 UUD 1945 dan Perda 2015/4.

Wakil Gubernur Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta mengatakan: Kita perlu lebih dekat, akrab dan berkontribusi untuk kesuksesan Jakarta untuk Indonesia.

wali amanat
Biki Mardani, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) mengapresiasi rekonsiliasi dan peleburan dua Bamo Betawi yang menurutnya meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat Betawi untuk menjawab berbagai peluang dan tantangan kekinian. .

“Jakarta yang tidak lagi berstatus ibu kota negara, sebagaimana tertuang dalam UU IKN, mengharuskan Jakarta dan Betawi sebagai penduduk utama Jakarta harus mengubah diri. Mosi perubahan UU 29 Tahun 2007 harus “dikembalikan contracted” Keberadaan dan peran sejarah masyarakat Betawi yang begitu sentral seharusnya tidak hanya diakui oleh pemerintah, tetapi juga harus diberi tempat yang terhormat.

Biki percaya bahwa Majelis Perwalian Betawi dapat mengambil peran mengimplementasikan misi dalam memperjuangkan dan menjawab tantangan yang ada, apalagi Jakarta dideklarasikan sebagai kota global, meski bukan lagi pusat pemerintahan.

“Sebuah kota global memerlukan partisipasi aktif warganya. Oleh karena itu, masyarakat merupakan bagian integral, melekat dan tidak terpisahkan darinya,” ujarnya.

Ia menambahkan: Padahal, nilai-nilai keterbukaan, toleransi dan demokrasi masyarakat Batavia bisa sangat membantu mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global.

Koresponden: Ricky Prayuga
Editor: Edi Sujatmiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *