Makanan unik Nil Lombok hanya tersedia setahun sekali

Jakarta (JurnalPagi) – Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), selain terkenal dengan pesona alamnya yang indah, juga memiliki kuliner yang beragam, salah satunya kuliner Nil.

Nil merupakan makanan khas masyarakat setempat yang biasanya dinikmati setahun sekali, yaitu pada saat festival Baw Nile yang diadakan pada bulan Februari tahun ini.

“Bila saatnya tiba, masyarakat Lombok berkumpul di sejumlah pantai, salah satunya Pantai Seger Kuta, untuk berburu sungai Nil,” kata peneliti kajian budaya Universitas Mandalika Lalu Ari Irwan.

Masakan ini bisa dibilang unik karena sedikit berbeda dengan masakan Lombok pada umumnya. Nil adalah bahasa sehari-hari untuk hewan cacing laut.

Makanan laut dapat diubah menjadi hidangan yang berbeda. Penduduk setempat biasanya menyajikan Nil dalam bentuk bubur, digoreng atau sebagai lauk bersantan.

Buck sashimi ala Jepang, beberapa suka nile mentah juga.

Rasa Nil cukup unik, aromanya umumnya mirip dengan makanan laut. Tekstur ikan nila yang dimasak juga mirip dengan ati ayam yang dilumuri bumbu Lombok yang pedas dan nikmat.

Sajian unik Niel dengan kuah santan khas Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). (JurnalPagi/Pamela Sakina)



Niel bukan sekedar masakan, ia memiliki sejarah panjang yang bersumber dari legenda lokal “Putri Mandalika” yang diyakini masyarakat Lombok.

Putri Mandalika menceburkan diri ke laut karena suatu masalah pada masa pemerintahannya di Lombok. Konon setelah sang putri tenggelam di laut, muncul sejumlah besar hewan kecil yang kini disebut Nil.

Masyarakat Lombok percaya bahwa hewan ini adalah titisan Putri Mandalika. Saat festival Bau Nyale tiba, mereka berlomba-lomba mengolah hewan sebanyak-banyaknya menjadi makanan yang berbeda sebagai simbol cinta.

Bau Nyale, Festival Legendaris dari Lombok

Setting Festival Bau Nyale Jadi Tur Dunia

Ribuan Wisatawan Ikut Berburu di Puncak Festival Mandalika Bau Nyale.

Dispar Lombok Tengah Sebut Kemenparekraf Dukung Festival Bau Nyale

Koresponden: Pamela Sakina
Editor: Natisha Andarningtias

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *