Vaksinasi Cacar Monyet Hanya Untuk Kontak Erat, Bukan untuk Masyarakat Luas
Vaksinasi Cacar Monyet hanya diberikan kepada orang yang memiliki kontak erat dengan orang yang terkonfirmasi menderita cacar monyet atau monkey pox. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Prima Yosephine.
Menurut Prima, vaksinasi hanya membantu membatasi transmisi penyakit dan tidak diberikan kepada masyarakat luas. Keputusan ini didasarkan atas rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di mana vaksinasi bukan menjadi fokus utama dalam penanggulangan cacar monyet.
Saat ini, Pemerintah lebih memprioritaskan surveilans terkait cacar monyet, yang meliputi penyelidikan epidemiologi, isolasi, dan penanggulangan penyakit tersebut. Selain itu, Kemenkes juga melakukan kerja sama dengan organisasi pemerhati komunitas LSL (lelaki suka lelaki) dan biseksual, mengingat enam kasus aktif yang terjadi di Indonesia terjadi pada orang dengan orientasi biseksual.
Prima mengungkapkan bahwa selain kerja sama, Kemenkes juga melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), termasuk perilaku dan keamanan seksualnya.
Kemenkes juga melakukan sejumlah upaya tata laksana penanggulangan cacar monyet, seperti upaya promotif dan melakukan penelusuran terhadap kontak erat. Selain itu, pihak Kemenkes sedang mengkaji kemungkinan memberikan dosis vaksin tambahan jika ditemukan orang lain dengan kontak erat.
Prima mengimbau kepada masyarakat agar tidak mendiskriminasi para korban maupun masyarakat lainnya yang termasuk ke dalam kelompok LSL dan biseksual. Hal ini bertujuan agar tata laksana penanggulangan cacar monyet dapat dilakukan secara optimal.
Dengan adanya kebijakan vaksinasi yang difokuskan pada orang yang memiliki kontak erat dengan penderita cacar monyet, diharapkan penyebaran penyakit ini dapat terbatas dan tidak menyebar ke masyarakat luas. Selain itu, kerja sama dengan organisasi pemerhati komunitas LSL dan biseksual juga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai PHBS serta perilaku dan keamanan seksual di kalangan mereka.
Vaksinasi cacar monyet saat ini hanya diberikan kepada orang yang memiliki kontak erat dengan orang yang terinfeksi cacar monyet atau monkey pox. Hal ini dikatakan oleh Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Prima Yosephine. Vaksinasi ini bertujuan untuk membatasi transmisi penyakit tersebut.
Prima menjelaskan bahwa vaksinasi tidak diberikan kepada masyarakat luas, tetapi hanya kepada mereka yang terpapar dan memiliki kontak erat dengan penderita cacar monyet. Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), di mana vaksinasi bukan menjadi fokus utama dalam penanggulangan cacar monyet.
Saat ini, pemerintah lebih memprioritaskan surveilans terkait cacar monyet. Surveilans ini meliputi penyelidikan epidemiologi, isolasi, dan penanggulangan penyakit cacar monyet. Kemenkes juga bekerja sama dengan organisasi pemerhati komunitas LSL (lelaki suka lelaki) dan biseksual, mengingat enam kasus aktif cacar monyet di Indonesia terjadi pada orang dengan orientasi biseksual.
Selain kerja sama, Kemenkes juga melakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta perilaku dan keamanan seksual. Upaya tata laksana penanggulangan cacar monyet juga dilakukan, seperti upaya promotif dan penelusuran terhadap kontak erat. Kemenkes juga sedang mempertimbangkan pemberian dosis vaksin tambahan jika ditemukan orang lain dengan kontak erat.
Prima mengimbau masyarakat agar tidak mendiskriminasi korban dan masyarakat lain yang termasuk dalam kelompok LSL dan biseksual. Hal ini penting agar tata laksana penanggulangan cacar monyet dapat dilakukan secara optimal.
Dalam rangka penanggulangan cacar monyet, Kemenkes juga mengarahkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melanjutkan penyelidikan epidemiologi. Saat ini terdapat tujuh kasus aktif cacar monyet di DKI Jakarta.
Artikel ini disusun oleh Sean Muhamad, dengan editor Nurul Hayat. Artikel ini bersifat hak cipta dan merupakan karya JurnalPagi 2023.