Jakarta (JurnalPagi) –
Fahri Hamzeh, Wakil Ketua Umum Partai Glora menilai penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilu selama ini sudah tepat, sehingga tidak perlu diubah menjadi sistem proporsional tertutup.
“Sistem demokrasi langsung adalah memilih orang yang tepat. Ini bagian privat dari demokrasi. Aurat ini harus dilindungi, bahkan yang tidak penting pun tidak ditutupi,” kata Fehri dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu. .
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam diskusi yang diselenggarakan Moya Institute bertajuk “Pemilihan Paket Proporsional: Kontroversi” pada Jumat (20/1).
Menurut Fahri, jika Indonesia memberlakukan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024, akuntabilitas politik akan terganggu. Ia berpendapat bahwa transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, bukan melalui mediasi partai.
Sementara itu, pakar hukum Universitas Indonesia (UI) Chowdhury Situmpol menilai, prinsip konstitusi tidak banyak menyinggung soal pemilu sehingga ada kesan urusan itu diserahkan kepada parlemen dan undang-undang. Tampaknya hanya terkait erat dengan kepentingan partai politik.
“UUD 1945 sebenarnya juga tidak berlaku bagi partai politik. Namun, dalam ilmu dan praktik politik, partai politik sebenarnya penting.”
Chaudri percaya bahwa sistem pemilu proporsional tertutup adalah yang terbaik untuk memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian. Namun, ia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah, karena selama ini yang terbuka atau tertutup bukanlah sistem pemilu, melainkan mekanisme yang terjadi di partai politik.
Harry Sushipto, Direktur Eksekutif Moya Institute, menilai sistem proporsionalitas tertutup atau terbuka sudah diterapkan dalam kehidupan politik pemerintahan Indonesia sejak awal reformasi. Namun, Harry menilai kedua sistem politik elektoral itu tidak sempurna dan apapun yang dipilih harus bisa meningkatkan kualitas demokrasi.
Koresponden: Terry Milani Ameli
Editor: Harry Subanto