Etika komunikasi dunia maya dan dunia nyata tidak jauh berbeda

Kami berkomunikasi dengan manusia melalui perantara mesin

Jakarta (JurnalPagi) – Pakar IT Richardus Eko Indrajit menilai etika berkomunikasi di dunia digital, khususnya melalui media sosial, tidak jauh berbeda dengan dunia nyata.

Menurutnya, masyarakat dan generasi muda sering berpikir bahwa dengan masuk ke dunia maya, mereka bisa memiliki identitas yang berbeda dengan dunia nyata. Masyarakat juga sering lupa bahwa audiens yang ditemuinya di media sosial juga manusia.

“Kenapa? Karena kita tidak berkomunikasi dengan mesin, kita berkomunikasi dengan manusia melalui media mesin melalui fasilitas mesin,” ujar Eko yang juga Ketua Umum Pengurus Besar PGRI dan Rektor Pradita. online di Jakarta, Jumat.

Kompetensi Budaya Diperlukan untuk Berinteraksi dengan Bijak di Media Sosial

Eco mengatakan bahwa meskipun kedua dunia memiliki prinsip yang sama, mereka memiliki masalah dan tantangannya sendiri, yaitu dalam bentuk umpan balik atau Masukan Heterogen

Di dunia nyata, umpan balik bisa diberikan langsung di depan orang lain. Sebaliknya, dalam dunia maya, komunikator tidak saling berhadapan secara langsung sehingga umpan balik yang diberikan menimbulkan kesalahpahaman atau ketidakpekaan.

Echo mengatakan, setidaknya ada delapan prinsip etika dalam komunikasi digital yang menjadi standar yang digunakan di mana-mana, antara lain, menghormati, bertanggung jawab, menetapkan aturan atau batasan wacana, menciptakan kejelasan diskusi, mengutamakan transparansi, menggunakan nada yang sopan, dan menghormati privasi.

Menurut Eco, komunikasi merupakan perwujudan dari sebuah peradaban. Menurutnya, saat ini tujuan berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi mampu mendorong atau mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu, sekalipun itu bersifat negatif.

Perhatikan Prinsip Etika Ini Saat Menggunakan Jejaring Sosial

“Kekuatan bahasa sekarang adalah memobilisasi pengaruh untuk membuat orang lain melakukan sesuatu dan kapan Tindakan Yang kami inginkan adalah hal-hal negatif, sepertinya introversi itu wajib bagi kami.”

Sementara itu, pendiri Indonesia Butterfly Institute Joseph Dharmabrata berpendapat bahwa generasi muda harus mempersiapkan diri dengan beberapa kompetensi untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi di dunia.

Beberapa kompetensi tersebut antara lain rasa ingin tahu dan mementingkan informasi yang diperoleh, memiliki kemampuan berpikir kritis, memiliki kemampuan berinovasi, membekali diri dengan literasi, mendorong dan menciptakan kerjasama atau gotong royong dalam masyarakat.

“Dan itu benar-benar akan membantu dengan cara kami mengatur Pria di belakang pistol Yusuf mengatakan: agar semua masalah setidaknya dibungkam dan dikurangi karena generasi muda sendiri tahu bahwa mereka membutuhkannya.

Alasan Pemblokiran Akun atau Konten di Media Sosial

Nicholas Saputra tunjukkan pentingnya privasi dan etika dalam menggunakan media sosial

Akademisi: Menerapkan nilai-nilai Pancasila di media sosial akan menjaga persatuan

Koresponden: Rizka Kharonisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *