Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem dan Penegakan Hukum di Indonesia
Yurisprudensi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam sistem hukum di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam sebuah keterangan tertulis di Jakarta. Menurutnya, tradisi civil law mengakui bahwa selain hukum yang tertuang dalam bentuk undang-undang, juga terdapat hukum yang bersumber dari hukum hakim yang lebih dikenal dengan nama yurisprudensi.
Putusan hakim terhadap suatu kasus dapat dijadikan pijakan bagi hakim lain dalam memutuskan sebuah perkara yang sama. Dengan adanya yurisprudensi, diharapkan tidak ada perbedaan putusan yang signifikan, bahkan sampai berseberangan. Ini penting agar sistem hukum di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan adil.
Bamsoet juga menyinggung soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat mengajar mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik di Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur, Jakarta. Dia menjelaskan bahwa setelah sekitar 104 tahun menggunakan KUHP warisan Belanda sejak 1918, akhirnya Indonesia memiliki KUHP sendiri yang disusun oleh anak bangsa.
Pada masa kepemimpinannya di DPR RI periode 2018-2019, pembahasan RUU KUHP hampir selesai. Namun, karena waktu periode DPR RI hampir berakhir, pembahasan tersebut diambil alih dan dilanjutkan oleh DPR RI periode 2019-2024. Proses pembahasan tersebut selalu mengedepankan prinsip transparan, teliti, dan partisipatif dengan mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan publik.
Dengan disahkannya UU KUHP, bangsa Indonesia telah berhasil menjalankan misi dekolonisasi KUHP. Pengesahan ini juga menunjukkan kedaulatan bangsa di bidang hukum. KUHP warisan Belanda sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.
Menurut Bamsoet, UU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, dan responsif terhadap situasi di Indonesia. UU ini akan mengalami masa transisi selama tiga tahun dan berlaku efektif pada tahun 2025. Seiring berjalannya waktu, UU KUHP bisa mengalami penyempurnaan dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa.
Kehadiran UU KUHP bukan hanya momen historis bagi Indonesia, tetapi juga harus menjadi titik awal reformasi dalam penyelenggaraan pidana di Indonesia. UU ini diharapkan dapat memperluas jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana. Setidaknya, ada tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus.
Dengan pentingnya yurisprudensi dalam sistem dan penegakan hukum di Indonesia, diharapkan bahwa keadilan dapat tercapai dan hukum dapat berjalan dengan baik. UU KUHP yang baru disahkan menjadi langkah awal untuk meningkatkan efektivitas dan responsivitas hukum pidana di Indonesia.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menekankan pentingnya yurisprudensi dalam sistem dan penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, tradisi civil law juga mengakui bahwa selain hukum yang tertuang dalam bentuk undang-undang, juga terdapat hukum yang bersumber dari hukum hakim yang lebih dikenal dengan nama yurisprudensi. Putusan hakim terhadap suatu kasus dapat dijadikan pijakan bagi hakim lain dalam memutuskan sebuah perkara yang sama, sehingga tidak terdapat perbedaan putusan yang signifikan.
Bamsoet juga menyebutkan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) saat mengajar mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik di Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur, Jakarta. Indonesia memiliki KUHP sendiri setelah sekitar 104 tahun menggunakan KUHP warisan Belanda sejak 1918. Pembahasan RUU KUHP hampir selesai saat Bamsoet memimpin DPR RI di periode 2018-2019, namun karena waktu periode DPR RI hampir berakhir, pembahasan tersebut ditakeover dan dilanjutkan oleh DPR RI periode 2019-2024.
Bamsoet menambahkan bahwa pemerintah dan DPR RI selalu mengedepankan prinsip transparan, teliti, dan partisipatif dalam setiap pembahasan RUU KUHP. Dengan disahkannya UU KUHP, bangsa Indonesia telah sukses menjalankan misi dekolonisasi KUHP dan menunjukkan kedaulatan bangsa di bidang hukum. KUHP warisan Belanda juga sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.
Menurut Bamsoet, UU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, dan responsif dengan situasi di Indonesia. UU tersebut akan mengalami masa transisi tiga tahun dan berlaku efektif pada 2025. Seiring perjalanan waktu, UU KUHP bisa mengalami penyempurnaan dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa. Keberadaan UU KUHP juga harus menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia melalui perluasan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana.
Pentingnya yurisprudensi dalam sistem dan penegakan hukum di Indonesia merupakan hal yang ditekankan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet). Yurisprudensi memainkan peran penting dalam memastikan konsistensi putusan hakim dan meminimalisir perbedaan putusan yang signifikan. Selain itu, keberadaan UU KUHP yang disusun oleh anak bangsa menunjukkan kedaulatan bangsa di bidang hukum dan kebutuhan akan hukum pidana yang relevan dengan kondisi Indonesia. UU KUHP tersebut akan mengalami masa transisi selama tiga tahun sebelum berlaku efektif pada 2025.